Gadis di dalam Ranu Gumbolo

Gadis di dalam Ranu Gumbolo

Oleh : Ridwanto



Gerimis baru saja membasahi hutan semeru yang dipenuhi pohon-pohon rindang hijau nan indah, menambah hawa di daerah ini semakin dingin, mentari tidak menampakkan dirinya, langit masih mendung, namun tidak mengurungkan niat dua kelompok pendaki yang sedang berjalan meyusuri jalan setapak berbatuan yang menanjak, menuju ke danau Ranu Gumbolo. Tujuan mereka ke puncak Semeru. Di Ranu Gumbolo mereka akan beristirahat, di Ranu Gumbolo terdapat Pondok Pendaki.

Hutan di sekitar mereka sangat rimbun, yang terlihat hanya langit yang masih mendung, dan kanopi pohon-pohon yang tinggi menjulang. Tidak jarang mereka masuk ke dalam jalan harimau, jalan sempit yang hanya bisa dilewati satu orang dengan membungkuk, jalan itu berbentuk lingkaran yang dikelilingi pohon semak belukar melingkar. Sesekali mereka melihat pemandangan yang luas dan indah.

Mereka terdiri dari dua rombongan. Rombongan pertama dari kelompok Semut Ireng yang terdiri dari dua laki-laki dan tiga orang perempuan : Roni, Totok, Asih, Mintarti, dan Yayuk. Rombongan kedua terdiri dari empat orang yang kesemuanya laki-laki, mereka adalah Farid, Widodo, Setiawan, dan Suwadi

Kedua rombongan ini berjalan beriringan, rombongan Semut Ireng di depan disusul dengan rombongan empat pemuda. Semakin ke atas, udara terasa semakin dingin menusuk ke seluruh tulang-tulang. Saat itu sudah masuk waktu Ashar ke empat pemuda menghentikan langkahnya untuk sholat Ashar, ketika itu hampir sampai di Ranu Gumbolo, mereka berhenti pada suatu pelataran yang rata di bawah pohon yang rindang, dari sini pemandangan begitu indah. Dari sini terlihat Ranu Gumbolo yang diselimuti oleh kabut yang terlihat di jejauhan. Dari sini jalan menuju ke Ranu Gumbolo mulai menurun, karena Ranu Gumbolo terletak di suatu lembah yang dikelilingi oleh bukit-bukit.

Rombongan semut ireng meninggalkan rombongan empat pemuda yang dipimpin oleh Farid jauh di depan.

Usai sudah empat orang pemuda ini melaksanakan sholat Ashar. Mereka memandang jauh ke depan ke arah Ranu Gumbolo. Mereka melihat bahwa rombongan Semut Ireng mulai masuk ke dalam Pondok Pendaki Ranu Gumbolo. Segera mereka berempat mengayunkan langkahnya untuk menyusul rombongan Semut Ireng yang sudah beristirahat di Ranu Gumbolo terlebih dahulu, karena hari telah sore.

Mereka sudah tidak melewati jalan harimau lagi. Sepanjang jalan dari tempat mereka sholat menuju Ranu Gumbolo, mereka menikmati pemandangan yang indah. Karena pesona alam dan jalan yang menurun, tidak terasa mereka sudah sampai di depan Pondok Pendaki Ranu Gumbolo, tidak terasa mereka telah berjalan setengah jam dari tempat mereka sholat. Dan tidak terasa hari telah sore, udara semakin dingin, suhu sudah mendekati 0oC.

Di Ranu Gumbolo ini walaupun langit tidak mendung, jarang sekali terkena sinar mentari, karena letaknya di lembah yang dikelilingi bukit. Sinar mentari masuk mulai pukul 10.00 pagi dan hilang pukul 14.00 siang. Sehingga walaupun langit cerah, mentari bersinar Ranu Gumbolo tetap berhawa dingin, apalagi dalam keadaan yang sejak pagi langit mendung, dan danau Ranu Gumbolo diselimuti kabut.

Keempat pemuda itu masuk ke Pondok Pendaki Ranu Gumbolo, disambut oleh para anggota rombongan Semut Ireng yang telah datang lebih awal. Mereka menawarkan kopi hangat pada ke empat pemuda untuk mengusir rasa dingin Keempat pemuda ini beristirahat sambil berbincang-bincang dengan Semut Ireng.

Tak terasa segala aktivitas yang harus mereka lakukan sudah mereka lakukan, hari sudah malam, keempat pemuda itupun telah melaksanakan sholat Isya’. Malam itu langit mulai cerah dan kabut telah menghilang. Purnama datang menghiasi langit ditemani oleh taburan bintang-bintang yang membuat malam itu semakin indah. Namun keindahan itu tidak dapat mengusir hawa yang semakin dingin.

Keindahan malam itu dimanfaatkan oleh rombongan Semut Ireng. Sebagai pemuda pemudi yang telah tumbuh asmara di dalam dada mereka, merekapun menyendiri berpasang-pasangan. Roni dengan Wintarti, Totok dengan Yayuk. Sementara Asih yang memang belum punya pacar memilih menyendiri duduk dekat batu yang letaknya di tepai Ranu Gumbolo. Empat pemuda memilih beristirahat untuk memulihkan tenaganya, karena mereka harus sudah berangkat pukul 02.00 untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak Semeru.

Hati yang sunyi seorang diri memandangi langit yang penuh bintang dan sinar purnama, membuat Asih yang seorang diri terbawah dalam lamunan. Angin sepoi-sepoi menyibak rambut yang panjang terurai, sinar purnama yang menempah wajahnya, membuat Asih semakin cantik terlihat. Asih memang paling cantik di antara kedua temannya yang telah berpasangan. Entah mengapa wajah secantik Asih masih sendiri.

Sesekali ia memandangi rembulan, sesekali ia memandangi air Ranu Gumbolo yang berkilau karena berombak kecil ditiup oleh angin dan cahaya terpantulkan oleh sinar rembulan.

Di dalam kekusyukan lamunannya, di dalam kekusyukan ia menikmati keindahan Ranu Gumbolo di malam hari, matanya tertuju pada sesuatu di tengah Ranu Gumbolo, matanya tertuju pada sesuatu yang bergerak, yang semakin lama semakin mendekat ke arahnya. Kaget dan takutlah ia, apa yang telah ia rasakan sebelumnya pudar. Diri ingin berlari dan menjerit namun tidak kuasa. Sayub-sayub terdengar dari benda yang bergerak itu meminta pertolongan. Apa yang di dengarnya dengan sayub-sayub dan apa yang dilihatnya membuatnya semakin tidak percaya, bahwa sesuatu yang bergerak adalah seorang gadis dengan berteriak minta tolong. Semakin lama wajah, bentuk dan suara gadis itu semakin jelas.

Asih berusaha menenangkan dirinya, Asih bangkit berdiri berusaha menolong gadis yang ada di depan dengan hati yang sudah tidak diselimuti ketakutan lagi. Asih melangkah masuk ke danau yang sangat dingin namun seolah-olah Asih tidak merasa akan dinginnya air danau yang sedingin es. Muka Gadis itu terluka akibat benda tajam, juga pakaian bagian punggungan robek sekitar 20 centimeter sehingga terlihat punggung gadis itupun tersayat dengan lebar yang hampir sama.

Gadis itu dibopongnya ke arah pondok, terdengar lengkingan keras seperti lolongan gerombolan srigala yang kelaparan. Gadis itu meronta, lepas dari bopongan Asih, lari meninggalkan Asih menuju Ranu Gumbolo. Asih berusaha mengejar dan meraih gadis itu dari belakang, gadis itu lari dengan cepat dan berenang menuju ke tengah Ranu Gumbolo, Gadis itu menghilang di tengah Ranu Rumbolo. Asih yang ketika itu sampai di bibir Ranu segera menghentikan pengejarannya, diapun menjerit sekeras-kerasnya sambil memegangi sobekan baju dari gadis tadi.

Jeirtan Asih yang sangat keras ini mengagetkan empat pemuda yang sedang beristirahat di Pondok Pendaki yang letaknya tidak jauh dari Asih. Segera empat pemuda ini lari keluar Pondok menuju arah datangnya jeritan itu.

Mereka menjumpai Asih yang berdiri mematung di bibir Ranu sambil memandang ke arah tengah Ranu dengan wajah pucat pasih, dan keringat dingin bercucuran, bibir sedikit bergetar dan seluruh tubuh Asihpun kelihatan gemetar. Di tangan kanan Asih masih memegang sobekan kain.

“Apa yang terjadi denganmu di sini Asih, dan di mana teman-temanmu?” kata Farid sambil mendekat

Namun Asih tidak menjawab, Asih melihat bahwa yang mendekatinya adalah empat orang pemuda yang ia kenal, Asih segera memeluk Farid yang berada paling dekat dengannya, sambil terisak-isak keluar air matanya, pandangannya kesana-kemari seperti orang ketakutan.

“Baiklah kita masuk ke pondok, dan ceritakan pada kami apa yang terjadi!!” kata Farid sambil mengajak Asih masuk ke Pondok Pendaki diikuti oleh ketiga teman Farid.

Sesampai di dalam Pondok, setelah Asih dapat menguasai dirinya, Asihpun bercerita tentang apa yang telah menimpa dirinya. Asih bercerita dengan jelas. Aneh, semua yang di dengar oleh Asih dengan keras dalam ceritanya, tidak di dengar oleh empat pemuda itu. Agaknya empat teman Asih yang sedang memadu cinta juga tidak mendengar akan hal tersebut.

“Lalu kemana perginya temanmu sekarang ini!!” tanya Farid

“Mereka pergi berpasangan-pasangan untuk menikmati malam yang indah ini, katanya tidak jauh dari sini” jawab Asih

“Mengapa mereka tidak mendengar, waktu engkau berteriak minta tolong?” tanya Farid kembali

“Aaakuuu, sendiri tiii... daaak tahu akan hal itu” jawab Asih.

“Baiklah, aku ditemani Suwadi akan mencari teman-teman Asih, sementara engkau Dok bersama Setiawan menunggu di sini menemani Asih sampai kami datang” kata Farid

“Kalian pergilah, aku dan Setiawan akan menjaga Asih” kata Widodo

Farid segera menyambar jaketnya yang tergantung di tiang yang berada di dalam Pondok, Farid melangkah keluar Pondok diikuti oleh Suwadi. Farid dan Suwadi berlajan dalam udara yang sangat dingin. Mereka coba mencari di balik pohon, dibalik semak yang rindang yang sekiranya asyik untuk pemuda-pemudi yang memadu kasih, setelah lama mencari akhirnya di balik danau mereka menemukan sepasang teman Asih. Segera Farid dan Suwadi menghampirinya dan mengajak mereka kembali.

“Mana kedua teman kalian yang lain, Totok dan Yayuk, aku belum menemukan mereka?” tanya Farid

“Mereka berada tidak jauh dari sini, di bawah pohon itu mereka duduk berdua” jawab Roni

“Ron, kalian kembalilah ke Pondok terlebih dahulu, biar kami yang akan menjemput Totok dan Yayuk. Sesuatu telah menimpah Asih, dan kini ia masih terpengaruh oleh kejadian itu. Tapi jangan kawatir, Asih ditemani oleh Widodo dan Setiawan. Yang perlu kalian lakukan adalah segera kembali ke Pondok!!!” pinta Farid

“Apa yang terjadi pada Asih” tanya Roni

“Sudahlah, nanti engkau tanyakan saja pada kedua temanku di pondok” jawab Suwadi yang segera meninggalkan mereka berdua karena mengejar Farid yang telah melangkah menuju tempat Totok dan Yayuk menghabiskan waktunya.

Mereka berdua bertemu Totok dan Yayuk lalu diajaknya bersama untuk kembali ke Pondok.

Sampai di pondok hampir pukul dua pagi, Asih telah segar kelihatannya dan sudah tidak takut lagi, bahkan sesekali sudah dapat tertawa kecil yang membuat Asih semakin terlihat cantik bak Bunga di Malam yang dingin.

“Baiklah teman, kami akan melanjutkan perjalanan menuju puncak Semeru jam dua sebentar lagi. Apakah kamu ikut dengan kami, ataukah di sini, ataukah kita semua kembali ke Ranu Pane” Farid menawarkan pada Asih

“Aku sebenarnya tidak takut lagi, dan tidak mau merepotkan kalian. Akan tetapi karena aku baru mengalami sesuatu, kiranya aku di sini saja menunggu kalian, tetapi aku minta seorang teman untuk menemaniku hingga kalian semua kembali” kata Asih

“Lalu siapa yang akan tinggal di sini menemani Asih, kami akan kembali nanti siang” kata Farid

“Aku akan menemani Asih” kata Yayuk

“Aku juga akan menemani Asih” kata Mintarti

“Harus ada seorang laki-laki untuk menemani kalian bertiga di sini” Kata Widodo

“Lalu siapakah orangnya” kata Setiawan

“Baiklah, aku yang akan menemani mereka” jawab Widodo

Berangkatlah mereka berlima yang semuanya laki-laki untuk melanjutkan mendaki puncak Semeru. Sementara yang tinggal di pondok, Asih, Yayuk, Mintarti dan Widodo satu-satunya laki-laki.

Pada waktu itu memang tidak ada pendaki lain yang sedang mendaki. Sehingga hanya rombongan merekalah yang melakukan pendakian.

Hari berganti pagi, gelap segera berlalu berganti dengan terang, mereka berempat menunggu teman-temannya dari puncak sambil melakukan aktivitas yang biasa dilakukan para pendaki, mencari kayu bakar, memasak air dan nasi, juga memasak untuk persiapan teman-temannya waktu datang.

Tidak terasa detik demi detik, menit demi menit dan jam demi jam mereka lalui pada diri dua pemudi Yayuk dan Mintarti tidak terjadi sesuatu apapun, namun pada diri Widodo dan Asih sedang terjadi asmara yang mulai bergejolak, getar-getar asmara mulai berkecamuk, dan benih-benih cintah terhadap Asih mulai tumbuh di hati Widodo, karena melihat Asih yang cantik, jauh lebih cantik dari kedua temannya yang telah mempunyai pacar. Pada diri Asih juga mulai suka akan Widodo yang dengan sabar selalu menemaninya yang waktu itu belum hilang sama sekali pengaruh akan kejadian tadi malam. Inilah alasan mengapa Widodo mengajukan diri untuk menemani Asih, tidak memilih untuk ikut dengan sahabatnya melanjutkan mendaki ke Puncak Semeru.

Pada pukul 13.00 siang terlihatlah dari kejauhan lima teman mereka berjalan menurun bukit menuju mereka. Merekapun segera mengemasi seluruh barang mereka sebagai persiapan kembali ke desa Ranu Pane.

Setelah mereka berlima melepas lelah dan segar kembali. Merekapun segera meninggalkan Ranu Gumbolo, dengan membawa bukti sobekan baju gadis yang disimpan dalam saku Asih.

Perjalanan kembali ke desa Ranu Pane telah mereka lewatkan selama dua jam, hari telah sore, tiba-tiba Asih menjerit, Asih melihat bayang-bayang Gadis Ranu Gumbolo mengikuti langkahnya, segera semua temannya menenangkannya.

“Ayo lebih cepat lagi kita melangkah, agar tidak kemalaman di jalan ini. Dok kamu selalu jaga Asih” kata Farid

Kali ini Widodo menggandeng Asih, agar Asih tidak takut di sepanjang jalan menuju desa Ranu Pane. Tetapi Asih masih menoleh kesana kemari, seakan masih ada yang mengikutinya.

Menjelang Maghrib rombongan itu memasuki desa Ranu Pane, segera mereka semua menuju ke rumah sesepuh desa. Empat pemuda yang dipimpin Farid mohon ijin untuk melaksanakan sholat setelah mereka semua masuk ke rumah sesepuh desa.

Segera setelah melaksanakan sholat, Farid menceritakan kejadian yang menimpa Asih. Di sini Asih kembali tenang.

“Aahhh, kalian ditemui oleh gadis itu??” kata sesepuh desa, Pak Tumari dengan kaget

“Bukan kami semua pak, tapi hanya Asih yang ketika itu duduk seorang diri” jawab Farid

Kemudian Asihpun menceritakan kejadiannya pada Pak Tumari.

“Celaka, teman kalian telah menyimpan benda peninggalannya” kata Pak Tumari

“Sebenarnya kami tidak bermaksud untuk mengambil benda ini, tidak bermaksud pula untuk menyimpannya, hanya sebagai bukti kalau-kalau kami dikatakan mengigau tentang kejadian itu” kata Farid menyangga

“Bukan begitu, aku percaya akan cerita itu walau tanpa bukti sekalipun, karena telah banyak kejadian seperti ini di alami oleh pendaki. Hanya wanita yang duduk menyediri di malam hari di bulan purnama saja yang selalu mengalami kejadian seperti temanmu ini. Akan tetapi barang berupa sobekan kain yang dibawa temanmu harus di kembalikan ke Ranu Gumbolo tempatnya semula” kata Pak Tumari

“Lalu Apa yang harus kami perbuat, apakah malam ini kami harus kembali ke Ranu Gumbolo untuk mengembalikan sobekan baju ini” tanya Farid

“Tidak usah, malam ini biarlah kalian beristirahat saja, lalu besok pagi kalian boleh pulang, biarlah aku sendiri yang akan mengantarkan sobekkan baju itu besok pagi, karena akupun punya rencana untuk ke Ranu Gumbolo” Kata Pak Tumari
“Terima kasih Pak. Lalu siapakah gerangan gadis dalam Ranu Gumbolo itu pak??” tanya Farid

Pak Tumari menghela nafas panjang yang berat “Kejadiannya sudah lama sekali, anak muda, tapi baiklah aku akan bercerita tentang kejadian itu”

Sekitar tigapuluh tahun yang lalu ketika pak Tumari masih muda, datanglah empat orang pemuda dua laki-laki dan dua perempuan. Seorang pemuda dan seorang pemudi memang telah menjadi pasangan dan saling jatuh cinta. Yang seorang pemuda dan pemudi lainnya belum terjalin hubungan asmara di antara keduanya. Mereka melakukan pendakian berempat menuju Ranu Gumbolo. Dua orang pemuda yang sedang dimabuk asmara lupa daratan terbuai oleh madunya asmara, terbuai oleh indahnya rayuan di antara keduanya, merekapun melakukan hubungan mesum. Sementara seorang pemuda yang masih sendirian, melihat hal ini birahinya bangkit, ia mendekati pemudi satunya. Agaknya dalam diri pemudi ini juga mulai tumbuh benih asamara. Sang pemudapun mengobral rayuan, semakin lama rayuan dikeluarkan oleh mulutnya yang manis, semakin besar pula hasrat untuk melakukan hal yang sama dengan temannya, semakin besar pula nafsu birahi yang menguasai hatinya. Mereka adalah Remaja yang tidak pernah mengingat Allah SWT, hanya remaja putri yang satu itulah yang masih tersisa sedikit ingatan akan Allah SWT. Si pemuda berusaha mengajak si pemudi melakukan hal yang sama yang sedang dilakukan oleh kedua temannya, namun pemudi itu menolak. Nafsu birahi telah mencapai puncaknya, nafsu setan telah menguasai diri pemuda itu, dengan kejam dia memperkosa gadis teman seperjalannya, Gadis itu meronta lari sebelum sesuatu yang paling berharga pada dirinya direnggut si pemuda. Si pemuda mengejarnya, sambil mengeluarkan senjata untuk mengancam si gadis agar menuruti nafsu yang menguasainya, Pedangpun disabetkan mengenai punggung Gadis. Gadis itu menjerit-jerit minta tolong. Mendegar kegaduhan yang ada sepasang pemuda-pemudi yang tadinya asyik dimabok asmara, segera menghampiri sang Gadis untuk menolongnya. Namun karena gelap mata maka pemuda yang sedang di puncak syahwatnya ini menyabetkan pedangnya pada pasangan yang mencoba menolong si Gadis, sehingga pasangan itu mengalami luka bacok pada tangan mereka masing-masing. Sementara si Gadis terus lari menuju Ranu Gumbolo, dan sepasang pemuda lari ke turun ke desa. Gadis itu terus berlari, dan terus berlari sampai tidak kelihatan sama sekali di telan oleh danau Ranu Gumbolo yang airnya sangat dingin. Sementara sang pemuda yang di puncak syahwat menjadi sangat bingung akan ia yang ditinggalkan oleh gadis itu, juga ditinggal sendirian oleh kedua temannya untuk melaporkan kejadian itu ke desa Ranu Pane. Ia lari kesana kemari, lari mengitari Ranu Gumbolo untuk mencari gadis itu, namun sang gadis tidak pernah terlihat lagi. Bingung akan apa yang akan ia pertanggungjawabkan nanti, iapun menusukkan pedangnya ketubuhnya mengakhiri hidupnya. Selang beberapa jam pada hari yang sama penduduk desa ramai-ramai datang, untuk memberi pertolongan, namun mereka terlambat, si pemuda terbujur kaku dengan darah di sekujur tubuhnya, dan sebilah pedang menancap di perutnya, sementara si gadis lenyap seakan ditelan danau Ranu Gumbolo, mayat si gadis sampai sekarang belum ditemukan. Sampai sekarang sering menghantui seseorang gadis yang sedang duduk termenung seorang diri di tengah malam.

Pagi hari menjelang, kedua rombongan itu segera pamit untuk kembali ke kota mereka. Kemudian Pak Tumari melakukan apa yang telah ia janjikan kepada rombongan pemuda itu, mendaki ke Ranu Gumbolo untuk mengembalikan sobekan baju si gadis.

Segala sesuatu yang terjadi di jagad raya ini atas kehendak atau seijin Allah, mari kita kembalikan semuanya kepada Allah, dengan cara berpasarah dan tawakal apabila kita mengalami cobaan.

Demikianlah, karena ingat akan hal tersebut, maka Asih dapat melalui hari-hari selanjutnya dengan normal, dan menyerahkan semua kepada Allah. Dia tidak pernah dibayang-bayangi lagi. Dia sudah jauh dari Ranu Gumbolo. Akan tetapi sesekali iapun mengikuti kelompoknya untuk kembali mendaki ke puncak Semeru, yang mana pada waktu itu, ia belum sempat sampai ke Puncak

Komentar :

ada 0 komentar ke “Gadis di dalam Ranu Gumbolo”

Posting Komentar

Next previous home